Mahasiswa Berpolitik Praktis ? Tidaklah Yaw !!!

Banyak kisah-kisah heroik mengenai perjuangan atau gerakan mahasiswa kita sejak zaman penjajahan Belanda hingga reformasi 1998. Mahasiswa dijuluki sebagai agent of change, sebagai pejuang, sebagai pemikir bangsa, dll.

Namun gerakan mahasiswa tidak terlepas juga dari tudingan bahwa gerakan mereka tidaklah "murni", akan tetapi sudah ditunggangi atau diboncengi oleh pihak-pihak lain demi tujuan politik tertentu. Pihak lain itu bisa saja dari kalangan tentara, politisi, pengusaha, ataupun birokrat.

Di sinilah pentingnya kita mengkaji fakta sejarah yang berkaitan dengan gerakan mahasiswa dari zaman ke zaman. Kita harus meletakkan kisah-kisah perjuangan mahasiswa pada posisi yang sebenarnya. Jangan sampaikan mahasiswa hanya dielu-elukan, yel-yel dan teriakannya diperlukan, lalu setelah itu yang menikmati hasil perjuangan hanyalah segelintir politisi dan birokrat.

Di lain pihak jangan pula perjuangan mahasiswa dilecehkan dengan mengatakan bahwa mereka ditunggangi atau diboncengi pihak-pihak lain. Pada persepsi saya, perjuangan ataupun pergerakan mahasiswa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gerakan-gerakan politik yang ada sesuai dengan zamannya masing-masing.

Gerakan mahasiswa tidak bisa kita lihat secara terpisah atau tersendiri, karena mereka juga berinteraksi dengan gerakan buruh, misalnya; atau berkolaborasi juga dengan tentara atau tokoh-tokoh politik.

Dosen saya (th 1982) Dr. Pallawaruka pernah bercerita bahwa ketika demo 1966 marak di Jakarta, para mahasiswa Jabotabek selalu berkordinasi dengan pihak tentara di Jakarta, sehingga mereka tidak ada yang jadi "umpan peluru". Kalau pihak tentara akan melakukan operasi di wilayah Gambir --misalnya-- maka mahasiswa yang dari Bogor disarankan turun dari kereta api di stasiun Pasar Minggu, sehingga seolah-olah pihak tentara "kecolongan".

Di zaman gerakan reformasi 1998 --yang berakhir dengan lengsernya Pak Harto-- kita juga mengetahui bagaimana para pemimpin aktivis mahasiswa berkoordinasi dengan pihak keamanan Ibu Kota, sehingga mereka bisa merangsek masuk ke gedung DPR/MPR bahkan sampai naik ke atas atapnya. Bayangkan kalau tidak ada "lampu hijau" dari komandan keamanan, mana mungkin ribuan mahasiswa bisa "menguasai" gedung rakyat itu.

Di sinilah para mahasiswa harus arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan apakah mereka akan ikut gerakan politik praktis atau tidak. Harus dikaji untung-ruginya ! Kalau hanya sebagai "umpan peluru", atau hanya dijadikan "tameng" untuk pilkada bupati atau gubernur, mending nggak usah saja !

Saya teringat pesan pak Habibie ketika itu presiden RI, "Mahasiswa jangan berpolitik praktis, akan tetapi mereka harus belajar ilmu politik, supaya tidak buta politik !" Nah, ini himbauan yang sangat tepat untuk mahasiswa. Kalau mereka rajin belajar ilmu politik, tentu mereka akan 'melek politik', dan kalau sudah 'melek politik' tentu tidak gampang ditunggangi atau diboncengi oleh pihak mana pun !

Mahasiswa haruslah segera menyelesaikan kuliahnya dan melanjutkannya dengan berkarir di masyarakat, apakah sebagai PNS, pegawai swasta, membuka usaha bisnis sendiri, atau menjadi politisi, polisi, TNI, dll.

Bekal ilmu serta pengalaman mengikuti organisasi kemahasiswaan sangat menunjang dalam menjalani profesi mereka nantinya.

Comments

Popular posts from this blog

Sifat-sifat Tuhan ada pada semua manusia

Praktek Manipulasi di Perkebunan Kelapa Sawit

Tuhan telah memberikan lebih daripada yang kupinta