Posts

Showing posts from 2010

JEMBATAN TIMBANG

Pada tahun 70-an, ketika masih di SD, saya sering menyaksikan bagaimana sebuah truk yang melewati jembatan timbang, kemudian disuruh mendur oleh petugas, lalu diperintahkan untuk membongkar sebagian muatannya; setelah itu ditimbang kembali. Apabila sang petugas timbangan memastikan bahwa muatan truk tidak melebihi batas maksimum yang diizinkan, barulah truk boleh melanjutkan perjalanan. Pemandangan demikian sudah mulai langka sejak 10 tahun terakhir. Bahkan banyak jembatan timbang hanya 'dilewati' saja oleh mobil, artinya tidak ada penimbangan. Supir hanya menyerahkan sejumlah uang kepada petugas.....Akibatnya ? Jelas sekali, karena truk dengan muatan yang melebihi kapasitas jalan diperbolehkan lewat, maka hari ini kita saksikan banyak ruas jalan yang rusak sebelum waktunya; tidak sedikit jembatan yang ambruk dengan tiba-tiba. Memang di zaman Sudomo, jembatan timbang banyak yang ditutup karena merupakan sumber Pungli (Pungutan Liar); namun pada prinsipnya, jembatan timbang san

Kalau Mau Kaya Jangan Jadi Pegawai

Apa yang terjadi sehari-hari di balik dinding meja birokrasi ? Para pegawai –yang gaji dan fasilitasnya ditanggung Negara— melayani keperluan para penduduk yang berhubungan dengan kewajiban atau persyaratan yang mereka butuhkan, mulai dari KTP, SIM, STNK, PKB, PBB, Buku Nikah, Pasport, dll. Kita semua tahu mana jabatan-jabatan ‘basah’, seperti di bea cukai, perbankan, dll. Dalam penyelesaian urusan itu dikenal istilah “jalur cepat” (atau “jalur tembak”); dan satu lagi "jalur resmi" (biasanya lambat). Artinya kalau anda mau cepat selesai urusan lewat “jalur cepat”, maka anda harus menyerahkan sejumlah uang kepada petugas yang mengurus itu tadi. Kalau nggak mau, ya, resikonya urusan lambat selesainya (atau 'diperlambat'). SUMUT (Semua Urusan Mesti Uang Tunai); "Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah"; kalau uang tunainya sesuai dengan ketentuan/Peraturan yang berlaku, no problem ! Berarti uang itu akan dimasukkan ke dalam Kas Negara. Masalahnya “uang pelici

Praktek Manipulasi di Perkebunan Kelapa Sawit

Percaya, atau tidak, praktek manipulasi --dengan berbagai macam cara-- ternyata tidak hanya terjadi di lingkungan birokrasi; ia bisa 'merambah' ke berbagai bidang usaha, termasuk perkebunan kelapa sawit. Apa saja yang bisa dimanipulasi ? Banyak sekali. Mulai dari manipulasi kehadiran karyawan (manipulasi HK), manipulasi hasil kerja, manipulasi harga material, sampai manipulasi laporan ke konsultan atau ke bank. Tulisan ini tidak bermaksud "mengajarkan" cara manipulasi, akan tetapi dengan memahami 'modus operandi' para manipulator, kita dapat mengambil langkah-langkah antisipatif. Manipulasi HK dilakukan dengan cara menambahkan nama karyawan fiktif di buku absensi; atau menulis 'hadir' pada nama karyawan yang sebenarnya yang bersangkutan tidak hadir pada hari itu. Nanti sewaktu gajian, 'HK titipan' akan dikutip lagi kepada karyawan yang 'dititipi' (tentu saja sang karyawan dapat sedikit 'fee'. Kalau penambahan nama fiktif kayakny

Orang Gila Baru ?

Sering diberitakan tentang adanya mantan caleg (calon anggota legislatif) , atau mantan cagub (calon gubernur), cabup (calon bupati) yang tidak terpilih mengalami stress berat, setengah gila, atau gila betulan. Kenapa ? Karena mereka sudah ke luar biaya ratusan juta rupiah, atau malah milyaran, lalu ‘estimasi’ jauh meleset ! Mereka kalah ! Lantas apanya yang salah dalam hal ini ? Bukankah soal kalah dan memang adalah hal yang biasa dalam sebuah ‘pertarungan’ ? Sudah bukan rahasia lagi, sejak 10 tahun terakhir ini, siapa yang berambisi mau jadi caleg, cabup atau cagub haruslah mempunyai ‘fulus’ yang tebal. Atau kalau tidak punya sendiri, minimal bisa “menggaet” pengusaha sebagai ‘penyandang dana’ bagi sang bakal calon (balon). Untuk apa saja ‘fulus’ itu ? Banyak sekali alokasinya. Mulai dari biaya pendaftaran ke partai sebagai ‘perahu politik’ (bagi yang tak punya partai); biaya pendaftaran ke KPU; sampai ke biaya kampanye (cetak kaus, spanduk, sewa artis, sound system, sewa gedung, se

Menjadi Bupati Pasaman (2)

Pada pertengahan 2010 ini direncanakan akan berlangsung pemilihan Bupati Pasaman periode 2010 – 2015. Dari berbagai publikasi media massa telah bermunculan --atau memuculkan diri-- beberapa bakal calon (balon). Hal yang sama juga bisa dilacak via Internet (Google). Apa sih sebenarnya motivasi seseorang menjadi Bupati ? Apakah untuk sekedar ‘menguasai’ proyek, kemudian membagi-bagikannya kepada para kontraktor, lalu sang Bupati mendapat fee ? Menarik untuk disimak pembicaraan penumpang di sebuah oplet beberapa tahun lalu : “Wah, Bupati kita yang baru terpilih koq belum ada gebrakannya ?” gumam seorang penumpang. “Ya, jelas belumlah; karena pada tahun pertama dan kedua, beliau akan menutupi dulu biaya-biaya yang dikeluarkannya untuk kampanye pemilihan kemarin”, seorang penumpang lain menjelaskan. “Lantas tahun ketiga dan keempat barulah dia mulai menggebrak; setelah itu pada tahun kelima mulai lagi mengumpulkan dana untuk persiapan kampanye masa jabatan periode kedua”, penumpang itu men

Menjadi Bupati Pasaman ?

Pada tahun 2010 ini akan berakhir masa jabatan Bupati Pasaman periode 2005 - 2010. Beberapa nama sudah mulai bermunculan sebagai balon (bakal calon) bupati, di samping juga (barangkali) calon "incumbent". Di zaman pemilihan langsung ini tentu tidak susah untuk menjadi "balon". Bagi yang tidak punya "perahu" (baca : partai), bisa mendaftarkan diri kepada partai yang ada, kemudian mengurus persyaratan yang ditetapkan KPU (Komisi Pemilihan Umum); setelah itu bikin "tim sukses", lalu berkampanye. (tentu saja harus ada sejumlah 'fulus' yang memadai). Semudah itukah ? Secara teknis memang demikian. Namun dalam dunia politik tidak semata-mata berkaitan dengan hal-hal teknis. Banyak faktor 'non-teknis' yang harus dikaji dan dianalisa. Maklum, kata para ahli : "Politik adalah suatu seni yang tidak mungkin", artinya apa yang tidak mungkin dalam logika sehari-hari, maka dalam dunia politik hal itu menjadi mungkin. Satu lagi, dalam