Posts

Showing posts from November, 2009

Upah Buruh : Perlu Pembahasan Tuntas !

Kemarin diberitakan tentang unjuk rasa para buruh di Tangerang yang menuntut agar Upah Minimum (UM) mereka dinaikkan menjadi 200 % pada tahun 2010. Dari tahun ke tahun kita sering disodori berita yang kurang-lebih sama dengan hal di atas, sehingga perlu dipertanyakan apakah tidak ada lagi orang atau para ahli di negeri ini yang bisa menghitung berapa sesungguhnya kebutuhan para buruh kita, sehingga harus ada unjuk rasa dulu, kemudian baru ada "penyesuaian" upah. Kita mengenal adanya lembaga "dewan pengupahan" yang bertugas membuat pengajuan UM di wilayah masing-masing. Dewan Pengupahan inilah yang harus dioptimalkan peranannya, sehingga benar-benar mewakili kepentingan pengusaha, buruh dan pemerintah. Harus dibahas secara tuntas faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala di pihak pengusaha, sehingga mereka susah memenuhi tuntuan buruh. Sedangkan pihak buruh merasa sudah memberikan kontribusi yang optimal bagi pengusaha. Mereka setiap hari sudah bekerja dengan penuh

Lawan Mafia Seleksi CPNS

Anak, keponakan, atau saudara anda mau masuk jadi pegawai negeri sipil (PNS), polisi, atau tentara ? Anda harus menyiapkan sejumlah "uang pelicin", "uang administrasi", atau apalah namanya. Fenomena ini setahu saya sudah terjadi semenjak saya tahu tulis-baca di awal tahun 70-an. Ironinya masyarakat kita --yang menginginkan anaknya jadi pegawai negeri-- berusaha sekuat tenaga menyiapkan "sesajen" yang diminta oleh "panitia" lewat "calo" yang gentayangan kemana-mana mencari mangsanya. Terkadang sawah-ladang dijual, rumah digadaikan, atau pinjam uang sana-sini... Protes ? Takut tidak diterima jadi pegawai negeri ! Kenapa harus takut ? Padahal banyak usaha di bidang lain tanpa harus menjadi PNS, polisi, atau tentara..... Sudah saatnyalah kita melawan "mafia" calo seleksi CPNS yang bekerja sama dengan "orang dalam" (baca : oknum aparat keparat). Rekam dan laporkan -- kepada KPK, atau ICW, misalnya --apabila ada "calo

Gunung Es Korupsi dan Kolusi

Pemutaran rekaman pembicaraan telephone di gedung Mahkamah Konstitusi antara Anggodo dengan beberapa orang telah mengungkap betapa masalah korupsi dan kolusi benar-benar telah "menggurita" di negara tercinta ini. Kalau mau jujur, sebenarnya hal yang "kurang-lebih sama" sering terjadi di berbagai belahan wilayah nusantara; hanya saja belum terekspos semuanya. Ibaratnya kasus "cicak vs buaya" hanya merupakan puncak gunung es yang menyembul di permukaan laut. Betapapun hancurnya moral oknum aparat (aparat tuna susila), atau betapa rusaknya mental pengusaha (pengusaha keparat), kita tidak boleh pesimis untuk memberantas korupsi. Kasus Antasari, Bibit, Chandra, Anggodo, Susno, dst. harus dijadikan sebagai cambuk penyemangat bagi para aparat dan masyarakat yang masih mencintai kejujuran dan anti korupsi. Karena dengan memberantas korupsilah --salah satu faktor-- ekonomi negara bisa maju... Kita terharu melihat betapa antusiasnya masyarakat yang mendukung Bibit d

Cicak vs Buaya

Ungkapan "cicak melawan buaya" (CMB), muncul pertama kali dari pihak 'buaya'. Beberapa minggu kemudian disayangkan oleh presiden; kemudian kapolri pun menyatakan maaf dan berharap pemakaian istilah itu tidak lagi dilanjutkan, baik oleh pers, maupun masyarakat. Apa pun komentar orang, yang pasti kasus CMB ini, mengungkapkan kepada khalayak bahwa pekerjaan memberantas korupsi tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sebanyak yang kontra-korupsi, mungkin sebanyak itu pula orang yang pro-korupsi. Alm. Bung Hatta di tahun 70-an pernah ngomong bahwa korupsi sudah membudaya di Indonesia. Itu 30-an tahun yang lalu, apatah lagi sekarang ? Bukannya tidak ada usaha-usaha pemberantasan korupsi, baik dari pemerintah, maupun masyarakat (LSM). Undang-undang anti-korupsi pun diterbitkan, sekaligus UU anti-judi, anti-prostitusi, dsb. Namun kenyataannya korupsi makin marak, judi merajalela, prostitusi jangan ditanya; menyebar ke seantero Nusantara....... Mungkin kurikulum anti koru

PMA, atau PMDN : sebuah dilemma

Bayangkan, ada sebuah perusahaan Indonesia (PMDN = penanaman modal dalam negeri), dalam operasionalnya 1)menyuap aparat pajak, agar pajaknya bisa 'diringankan'; 2)mengabaikan sebagian hak-hak buruh, sehingga biaya bisa 'ditekan'; 3)mengabaikan aspek-aspek lingkungan hidup, ISO, RSPO, dll. Sementara itu, ada sebuah perusahaan asing (PMA = perusahaan modal asing), 1) taat membayar pajak dan mengikuti ketentuan perundang-undangan lainnya, 2)benar-benar memenuhi hak-hak buruh sesuai UU ketenagakerjaan dan perjanjian kerja bersama (PKB), dan 3)benar-benar memperhatikan aspek lingkungan hidup. Ada komentar teman : kalau PMA keuntungannya akan 'lari' ke luar negeri; sedangkan PMDN keuntungannya tidak 'lari' keluar. Tangapan saya : "Mau PMA atau PMDN, yang pasti keuntungannya masuk ke kocek pengusaha !" Jadi, masalahnya bukan keuntungan 'lari' ke luar ke 'dalam'; akan tetapi bagaimana kita dapat mengoptimalkan kontribusi perusahaaan ba