Salah kaprah tentang lembur (overtime)

Pembayaran kerja lembur (overtime) diberikan kepada karyawan yang bekerja di luar jam kerja, atau pada hari libur. Menurut UU 13/2003 PASAL 78 AYAT 1.b. "Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3(tiga) jam dalam waktu 1 (satu) hari dan 14 jam dalam satu minggu".

Lembur bagi karyawan biasanya diharapkan menjadi 'tambahan pendapatan' di luar gaji pokoknya.

Sedangkan lembur karyawan tersebut bagi pengusaha [baca : pimpinan perusahaan] biasanya dianggap menjadi 'tambahan biaya' yang sedapat mungkin diminimalisir, atau kalau bisa dihilangkan.

Kedua pandangan di atas tidaklah mutlak benar dan tidak pula salah.

Ada tiga kondisi yang menjadi alasan dilaksanakan lembur :

1. Ada pekerjaan yang bersifat urgent dan tidak bisa ditunda.
2. Ada perintah dari atasan karyawan tersebut.
3. Karyawan yang diperintah bersedia melaksanakan pekerjaan lembur.

Nah, kalau UU 13/2003 dan ketiga hal di atas benar-benar dipedomani, maka tidak akan ada saling curiga antara pengusaha dengan karyawan.

Dengan benar-benatr melaksanakan kerja lembur sesuai ketentuan, maka ada beberapa dampat positif, baik bagi pengusaha maupun karyawan :

1. Pengusaha dapat mengoptimalkan karyawan yang ada, sehingga tidak perlu menambah karyawan baru. Bayangkan kalau pekerjaan 4 orang, dapat ditangani oleh 3 orang; sehingga biaya/gaji untuk 1 orang itu dapat dijadikan pembayaran lembur untuk 3 orang. Itu kalau 4 orang; kalau 400 orang ? Tentu pengusaha bisa menghemat biaya pengadaan perumahan untuk 100 orang; biaya perobatan untuk 100 orang; biaya transport untuk 100 orang, dll.

2. Karyawan pun dapat penghasailan tambahan dengan cara yang halal (legal), sehingga mereka semakin bersemangat dan betah bekerja di perusahaan. Tentu saja pimpinan harus adil dalam memberikan kesempatan lembur kepada semua karyawan secara bergiliran.

Beberapa penyimpangan yang perlu diluruskan adalah :

1. Karyawan menambah sendiri jam lembur dalam laporannya [tidak sesuai realisasi].
2. Pimpinan / manager mencoret/mengurangi pembayaran lembur tanpa konfirmasi dengan karyawan yang bersangkutan.

Nah, untuk hal ini diperlukan kejujuran dan disiplin semua pihak. Di perusahaan tertentu yang sudah menerapkan 'kartu kerja' [mis. pakai mesin 'amano'] tentu penyimpangan bisa diminimalisir. Dalam hal ini manager harus bijaksana, kalau memang ada indikasi penyimpangan, jangan langsung mencoret atau 'meng-korting' lembur karyawan. Bukanlah seorang manager berhak melakukan investigasi atau observasi, sehingga tidak per gegabah dalam mengambil keputusan yang dapat menurunkan motivasi pekerja. Kalau memang terbukti ada manipulasi data opeh pekerja, tentu pekerja tersebut diproses sesuai ketentuan dan diberikan sanksi/hukuman; akan tetapi kalau semua sudah berjalan sesuai prosedur, maka berikanlah hak pekerja kepada pekerja !

Demikian sedikit catatn saya. Kalau salah mohon dikoreksi !


Semangat pagi.
Ir. H. Wijaya Yasmin
Senior Manager di PT Harapan Sawit Lestari - A Cargill Company
Ketapang - Kalbar - Indonesia

Comments

Popular posts from this blog

Sifat-sifat Tuhan ada pada semua manusia

Praktek Manipulasi di Perkebunan Kelapa Sawit

Tuhan telah memberikan lebih daripada yang kupinta