Memperjuangkan Hak Kaum Buruh

Sejak aku bekerja di perkebunan kelapa sawit di tahun 1990 hingga saat ini, ada satu masalah yang sering menimbulkan konflik bathin dalam diriku, yaitu hak-hak kaum buruh.

Betapa tidak ? Aku tahu betul bagaimana 'kiat-kiat' para pengusaha untuk menekan hak-hak kaum buruh. Mulai dari status buruh, penyediaan sarana perumahan/listrik/air, balai pengobatan, sekolah, rumah ibadah, Jamsostek; hak lembur/premi/insentif, serta cuti, dan bonus.

Pengusaha lebih suka kalau pekerjaan diborongkan atau dikontrakkan saja, sehingga semua hak-hak buruh adalah tanggungan kontraktor. Ataupun kalau jadi karyawan, cukup jadi buruh harian lepas saja (BHL), sehingga perusahaan tidak repot mengurus hak-hak para buruh.

Pengusaha sering melupakan bahwa buruh adalah "ujung tombak perusahaan". Bayangkan misalnya kalau tidak ada lagi orang yang mau menjadi buruh, tentu tidak akan ada yang memanen kelapa sawit, misalnya. Tidak akan ada lagi yang menabur pupuk dari pokok ke pokok sawit, dst, dst.

Pada pemikiran saya, agar perusahaan sukses, tidak rumit formulanya; berikan saja semua hak-hak buruh, lalu tuntut kewajibannya !

Iseng-iseng kita bisa hitung berapa kontribusi seorang buruh bagi perusahaan. Misalnya seorang pemanen sanggup memanen 2 ton TBS per hari. Dengan harga TBS Rp 1700per kg, maka sipemanen tersebut telah 'memanen aset Perusahaan senilai 2000 kg x Rp 1700,- (anda bisa hitung sendiri}. Itu per hari; belum per bulan atau per tahun.

Lantas kenapa pengusaha kesannya koq pelit sekali memenuhi hak-hak buruh ? Perkiraan saya, pengusaha yang begini sering dipengaruhi oleh "para pembisik maut" di sekelilingnya. Para pembisik ini jelas-jelas punya kepentingan pribadi, sehingga tidak segan-segan mengorbankan hak-hak kaum buruh. Terkadang dibuat alasan bahwa Perusahaan banyak keluar 'dana siluman' untuk aparat Pemerintah. Argumen ini bisa dipatahkan : seandainya Perusahaan sudah memenuhi semua persyaratan/legalitas sesuai peraturan yang berlaku, kenapa mesti harus mengeluarkan uang sogok untuk aparat ?

Bagi saya buruh adalah "very very important person". Saya belum melihat way out untuk masalah ini. Walaupun ada Disnaker, ada Serikat Pekerja; dan ada juga LSM Perburuhan, namun nasib sebagian besar buruh kita masih belum seperti yang diharapkan.

Beberapa perusahaan sudah memperhatikan nasib buruh --biasanya malah Perusahaan asing-- harusnya DPR, Pemerintah dan LSM Perburuhan menenakan pengusaha yang belum memperhatikan nasib buruh mereka agar mencontoh Perusahaan yang sudah terlebih dahulu memenuhi hak-hak buruh mereka.

Comments

Popular posts from this blog

Sifat-sifat Tuhan ada pada semua manusia

Praktek Manipulasi di Perkebunan Kelapa Sawit

Tuhan telah memberikan lebih daripada yang kupinta